WAWASAN
PROFESI KEPENDIDIKAN
A. Pengertian Profesi
v Profesi kependidikan secara etimologis memiliki dua kata, tetapi
mengandung satu makna, ada kata profesi dan kependidikan. Profesi secara
etimologis adalah profesi yang dalam bahasa inggris adalah profession, sama
artinya dengan vocation, occupation, job.
Kata tersebut bila diterjemahkan memiliki arti profesi, pekerjaan,
jabatan.
v Dalam kamus bahasa Indonesia profesi diartikan sebagai bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan, keahlian tertentu. Atau dapat diluruskan
Profesi adalah suatu pekerjaan khusus yang dilandasi dengan keahlian, tanggng
jawab dan kesejawatan.
v
Ornstem dan Levine
(1984) menyatakan bahwa profesi adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian
profesi dibawah ini:
a. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan
sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan
b. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan
halayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya
c. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori kepraktek
(teori baru dikembangkan dari hasil penelitian)
d. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
e. FFTerkendali berdasarkan lisensi baku dan ataau mempunyai
persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu
atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya
f. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja
tertentu (tidak diatur oleh orang luar)
g. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan untuk
kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung
bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan
atau instansi yang lebih tinggi)
h. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien ; dengan penekanan
terhadap layanan yang akan diberikan
i.
Menggunakan
administrator untuk memudahkan profesinya; relatif bebas dari supervise dalam
jabatan
j.
Mempunyai organisasi
yang diatur oleh anggota profesi sendiri
k. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk
mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya
l.
Mempunyai kadar
kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya
m.
Mempunyai status
sosial dan ekonomi yang tinggi
B. Profesi Guru
Guru
sebagai profesi artinya suatu jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian
khusus sebagai guru. Jenis pekerjaan ini mestinya tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang diluar bidang kependidikan.
Unsur
terpenting dalam profesi guru adalah penguasaan sejumlah kompetensi sebai
keterampilan atau keahlian khusus, yang diperlukan untuk melaksanakan tugas
mendidik dan mengajar secara efektif dan efisien.
Pendayagunaan
profesi guru secara formal dilakukan di lingkungan pendidikan formal , maka
guru harus memenuhi persyaratan atau kompetensi sesuai jenis dan jenjang
sekolah tempatnya bekerja.
T.Caplow ( 1975) mengemukakan lima
tahap memprofesionalkan suatu pekerjaan:
1. Menetapkan perkumpulan profesi
2. Mengubah dan menetapkan pekerjaan itu menjadi suatu kebutuhan
3. Menetapkan dan mengembangkan kode etik
4. Melancarkan agitasi untuk memperoleh dukungan masyarakat
5. Secara bersama mengembangkan fasilitas latihan yaitu wadah bagi
penyandang profesi untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya menjadi sosok
profesi yang sesungguhnya.
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep atau teori ilmu
pengetahuan yang mendalam
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang
profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakan.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Drs. Moh. Ali,
1985)
Ciri-Ciri Guru Sebagai Profesi
Sanusi
et al.(1991). Mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi yaitu:
a.
Suatu jabatan yang
memiliki fungsi dan signifikasi sosial yang menentukan (krusial).
b.
Jabatan yang
menuntut keterampilan atau keahlian tertentu.
c.
Keterampilan atau
keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan
menggunakan teori atau metode ilmiah.
d.
Jabatan berdasarkan
pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan
hanya sekedar pendapat halayak umum.
e.
Jabatan itu
memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
f.
Profesi pendidikan
untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai
professional itu sendiri.
g.
Dalam prakteknya
melayani masyarakat , anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang
luar.
h.
Tiap anggota profesi
mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi
yang dihadapinya.
i.
Jabatan ini
mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh
imbalan yang tinggi pula.
Komisi Kebijaksanaan
Pendidikan NEA Amerika Serikat,mengemukakan enam criteria bagi profesi di
bidang pendidikan:
1.
Didasarkan atas
sejumlah pengetahuannya yang dikhususkan.
2.
Selalu meningkatkan
kemampuan para anggotanya.
3.
Melayani kebutuhan
para anggotanya (akan kesejahteraan dan pertumbuhan professional).
4.
Memiliki norma-norma
etis.
5.
Dapat mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintah dibidangnya( mengenai perubahan-perubahan dalam
kurikulum,struktur organisasi pendidikan, persiapan professional, dan
sebagainya).
6.
Memiliki solidaritas
kelompok profesi.
Menurut Samana (1994) Ciri-ciri guru
sebagai profesi disebutkan bahwa guru harus memiliki:
1.
Guru di tuntut
menguasai bahan ajaran, meliputi bahan ajar
wajib, bahan ajar pengayaan dan
bahan ajar penunjangan untuk keperluan pembelajaran.
2.
Guru mampu mengelola
program / administrasi pembelajaran.
3.
Guru mengelola
kelas.
4.
Guru mampu
menggunakan media dan sumber pengajaran.
5.
Guru menguasai
landasan-landasan pendidikan.
6.
Guru mampu mengelola
interaksi belajar mengajar.
7.
Guru mampu menilai
prestasi siswa.
8.
Guru mengenal fungsi
serta program pelayanan BK.
9.
Guru mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah
10. Guru memahami prinsip-prinsip pendidikan.
11. Mengelola hasil pembelajaran.
12. Melaporkan hasil penilaian
C. Guru Profesional
Guru professional
adalah mereka yang memiliki kemandirian tinggi ketika berhadapan birokrasi
pendidikan dan pusat-pusat kekuasaan lainnya.
Menurut Prof.Dr.Anwar
Arifin (2007)mengungkapkan bahwa sesungguhnya paradigma baru pendidikan
nasional memang telah menempatkan pendidik sebagai tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pemmbimbingan dan pelatihan.
Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional (SISDIKNAS). Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen bahwa rumusan profesional adalah:
“pekerjaan atau kegiatan yang di lakukan seseorang menjadi sumber
penghasilan kehidupannya yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, serta memerlukan pendidikan
profesi.”
Kemudian pasal 7 ayat 1 ditetapkan 9 prinsip guru profesional yaitu :
- Memiliki bakat, minat dan panggilan jiwa dan idealisme.
- Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia.
- Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang sesuai dengan bidang tugas.
- Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan tugas.
- Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
- Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
- Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
- Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionaln.
- Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Dengan kata lain prinsip Guru Professional
yaitu :
·
Memiliki kemampuan
tinggi (expert)
·
Diakui masyarakat
baik formal maupun non formal
·
Sumber kehidupan dan
ditekuni
·
Memiliki tanggung
jawab terhadap tugas
·
Mempunyai manfaat
dan kepuasan terhadap orang lain
Ciri- Ciri Guru Professional
Guru yang
profesional memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
·
Melakukan professionalisasi diri
·
Memotivasi diri
·
Memiliki disiplin diri sendiri
·
Mengevaluasi diri
·
Memiliki kesadaran diri
·
Melakukan pengembangan diri
·
Menjadi pembelajar
·
Melakukan hubungan efektif
·
Berempati tinggi
·
Taat asas pada kode etik
D. Konsep Pendidikan Nasional Di Indonesia
1.
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha secara sadar
dan terencana untuk membantu meningkatkan perkembangan potensi dan kemampuan
anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai
warga negara/masyarakat. Dilihat dari sudut perkembangan yang dialami oleh anak,
maka usaha yang sengaja dan terencana tersebut ditujukan untuk membantu anak
dalam menghadapi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang dialaminya
dalam setiap periode perkembangan. Dengan kata lain, pendidikan dipandang
mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan
anak.
Branata (1988) mengungkapkan bahwa
Pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik langsung maupun secara tidak
langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan.
Pendapat diatas seajalan dengan pendapat Purwanto (1987 :11) yang menyatakan
bahwa Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang
dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna
bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
Kleis (1974) memberikan batasan umum
bahwa : Pendidikan adalah pengalaman seseorang atau kelompok orang dapat memahami seseuatu yang sebelumnya
tidak mereka pahami. Pengalaman itu terjadi karena ada interaksi antara
seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses
perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu
menghasilkan perkembangan bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam lingkungannya.
Proses belajar akan menghasilkan
perubahan dalam ranah kognitif (penalaran, penafsiran, pemahaman, dan penerapan
informasi), peningkatan kompetensi (keterampilan intelektual dan sosial), serta
pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan dan
perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan (stimuli).
Idris (1982:10)
mengemukakan bahwa : Pendidikan adalah serangkaian
kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik
yang secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memebrikan
bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supaya dapat
mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia dewasa yang
bertanggung jawab. Potensi disini ialah potensi fisik, emosi, sosial, sikap,
moral, pengetahuan, dan keterampilan.
2.
Tujuan
Pendidikan
Telah kita ketahui bersama bahwa
berhasil tidaknya suatu usaha atau kegiatan tergantung kepada jelas tidaknya
tujuan yang hendak dicapai oleh orang atau lembaga yang melaksanakannya.
Berdasarkan pada pernyataan ini, maka perlunya suatu tujuan dirumuskan
sejelas-jelasnya dan barulah kemudian menyusun suatu program kegiatan yang
objektif sehingga segala energi dan kemungkinan biaya yang berlimpah tidak akan
terbuang sia-sia.
Apabila kita mau berbicara tentang
pendidikan umumnya, maka kita harus menyadari bahwa segala proses pendidikan
selalu diarahkan untuk dapat menyediakan atau menciptakan tenaga-tenaga
terdidik bagi kepentingan bangsa, negara, dan tanah air. Apabila negara, bangsa
dan tanah air kita membutuhkan tenaga-tenaga terdidik dalam berbagai macam
bidang pembangunan, maka segenap proses pedidikan termasuk pula sistem
pendidikannya harus ditujukan atau diarahkan pada kepentingan pembangunan masa
sekarang dan masa selanjutnya.
GBHN tahun 1999 mencantumkan tentang
tujuan pendidikan nasional : Pendidikan
nasional bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung
jawab atas pembangunan bangsa.
Selanjutnya tujuan pendidikan nasional
tercantum dalan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang
menyatakan: Pendidikan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pernyataan-pernyataan diatas tampak
jelas bahwa pendidikan harus mampu membentuk atau menciptakan tenaga-tenaga
yang dapat mengikuti dan melibatkan diri dalam proses perkembangan, karena pembangunan
merupakan proses perkembangan, yaitu suatu proses perubahan yang meningkat dan
dinamis. Ini berarti bahwa membangun hanya dapat dilaksanakan oleh
manusia-manusia yang berjiwa pembangunan, yaitu manusia yang dapat menunjang
pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spriritual serta sosial
budaya.
Tujuan pendidikan telah
ditentukan oleh mssyarakat pada waktu dan tempat tertentu dengan latar belakang
berbagai macam faktor seperti sejarah, tradisi, kebiasaan, sistem sosial,
sistem ekonomi, politik dan kemauan bangsa. Berdasarkan
faktor-faktor tersebut UNESCO telah memberikan suatu deskripsi tentang tujuan
pendidikan pada umumnya dan untuk Indonesia sendiri tujuan itu telah ditetapkan
dalam ketetapan MPR. UNESCO menggaris bawahi tujuan pendidikan sebagai:
1. Menuju Humanisme Ilmiah. Pendidikan bertujuan menjadikan
orang semakin menjunjung tinggi nilai-nilai luhur manusia.
2. Pendidikan harus mengarah kepada kreativitas. Artinya,
pendidikan harus membuat orang menjadi kreatif. Pada dasarnya setiap individu
memiliki potensi kreativitas dan potensi inilah yang ingin dijadikan aktual
oleh pendidikan.
3.
Tujuan
pendidikan harus berorientasi kepada keterlibatan sosial. Pendidikan harus
mempersiapkan orang untuk hidup berinteraksi dengan masyarakat secara
bertanggung jawab.
4. Tekanan terakhir yang digariskan UNESCO sebagai tujuan
pendidikan adalah pembentukan manusia sempurna. Pendidikan bertugas untuk
mengembangkan potensi-potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas
kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, yang
tahu kadar kemampuannya, dan batas-batasnya, serta kerhormatan diri.
3. Jalur Pendidikan
Tuntutan
masyarakat akan kebutuhan pendidikan membuat pendidikan terus berkembang sejalan
dengan pembangunan nasional. Pendidikan menjadi kunci kemajuan
dan keberhasilan dari suatu pembangunan sebuah negara. Agar dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pendidikan maka di dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan nasional No.20 tahun 2003 terdapat jalur pendidikan yang didalamnya
terdapat pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal disebut
pula sistem pendidikan sekolah. Pendidikan nonformal dan informal disebut pula
sistem pendidikan luar sekolah.
Untuk lebih
membedakan ketiga jenis satuan pendidikan diatas maka harus ada kriteria yang
lebih umum untuk dapat membedakan ketiganya. Oleh karena itu Coombs (1973)
membedakan pengertian pendidikan sebagai berikut:
·
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur,
bertingkat, berjenjang, dimulai dengan sekolah dasar sampai dengan perguruan
tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk didalamnya adalah kegiatan studi
yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan
profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.
·
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia
sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk
didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga,
lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa.
·
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis
diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan
bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk
melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya
Axinn (1974) membuat penggolongan program-program kegiatan
termasuk ke dalam pendidikan formal, nonformal dan informal dengan menggunakan
kriteria ada atau tidak adanya kesengajaan dari kedua belah pihak yang
berkomunikasi, yaitu pihak pendidikan (sumber belajar atau fasilitator) dan
pihak peserta didik (siswa atau warga belajar).
Kegiatan yang
ditandai adanya kesengajaan dari kedua belah pihak yaitu pihak pendidik yang
sengaja membelajarkan peserta didik, dan peserta didik yang sengaja untuk
belajar sesuatu dengan bimbingan, pembelajaran dan pelatihan dari pendidik,
maka kegiatan tersebut digolongkan kedalam pendidikan formal atau penddiikan
informal.
Apabila
kesengajaan itu hanya timbul dari pihak pendidik untuk membantu peserta didik
guna memperoleh pengalaman, sedangkan pihak peserta didik tidak sengaja untuk
belajar sesuatu dengan bantuan pendidik, maka kegiatan ini termasuk ke dalam
pendidikan informal.
Demikian pula
apabila hanya pihak peserta didik yang bersengaja untuk belajar sesuatu dengan
bimbingan seorang pendidik sedangkan pihak pendidik tidak sengaja untuk
membantu peserta didik tersebut, maka kegiatan ini tergolong pula ke dalam
pendidikan informal. Namun apabila suatu peristiwa belajar terjadi tanpa
kesengajaan dari pihak pendidik dan pihak peserta didik maka kegiatan ini
digolongkan pada pembelajaran secara kebetulan.
4.
Kebijakan Pengembangan Kurikulum di
Indonesia
Terbitnya UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang disertai dengan
munculnya kebijakan-kebijakan lainnya seperti PP Nomor 19/2005, Permendiknas
Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006 saat ini membawa pemikiran baru dalam
pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia yang mengarah pada berkembangnya
keinginan untuk melaksanakan otonomi pengelolaan pendidikan.
Penerapan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dewasa ini sebagai bukti bahwa
sekolah diharapkan menjadi centre of excellence dari inovasi implementasi
kebijakan pendidikan saat ini yang bukan hanya harus dikaji sebagai wacana
dalam pengelolaan pendidikan namun sebaiknya dipertimbangkan sebagai langkah
strategis ke arah peningkatan mutu pendidikan.
Dilihat dari
pengalaman-pengalaman dalam pelaksanaan kurikulum sekolah, terutama kurikulum
tahun 1968, 1975, 1984, beserta struktur kurikulum yang dikembangkannya,
pendekatan pengembangan kurikulum di Indonesia lebih bersifat sentralistik,
artinya kebijakan pengembangan kurikulum dilakukan pada tingkat pusat
(Kurikulum Nasional). Pada kurikulum tahun 1994 sesuai dengan munculnya
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta
peraturan pemerintah yang menyertainya, kebijakan pengembangan kurikulum
terbagi menjadi dua bagian yang sering dikenal dengan kurikulum nasional dan
kurikulum muatan lokal.
Kurikulum
Nasional adalah kurikulum yang isi dan bahan pelajarannya ditetapkan secara
nasional dan wajib dipelajari oleh semua siswa sekolah dasar di seluruh wilayah
Indonesia, termasuk di sekolah Indonesia yang berada di luar negeri.
Kurikulum
Muatan lokal ialah kurikulum yang isi dan bahan kajiannya ditetapkan dan
disesuaikan dengan keadaan lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya serta
kebutuhan pembangunan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Sukarno,M.Si.
2012/2013. Profesi Kependidikan.
Palembang: Universitas PGRI Palembang.
0 komentar to “Pengertian Profesi Pendidikan”