Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat
Syeikhur
Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang
dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370
hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa
kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah
sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh
ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol
sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak
terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu.
Dengan
demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada
aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak
ilmu, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang
kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin
Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh
sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya.
Berkat
itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang
besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan demikian;
“Semua
buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku
yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri
pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi.
Karena itu aku dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal
mungkin memanfaatkannya... Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah
berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.” Ibnu Sina menguasai berbagai
ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.
Kesibukannya
di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga
kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah
Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan
antara kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu
Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya
selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak
menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan
risalah.
Ketika
berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh
buku yang diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab
Qanun dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang
dibeni nama kitab Al-Syifa’. Namun ketika harus bepergian beliau menulis
buku-buku kecil yang disebut dengan risalah. Saat berada di dalam
penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menggubah bait-bait syair,
atau menulis perenungan agamanya dengan metode yang indah.
Di
antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab
al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal
sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu
filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’
saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq
islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab
al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.
Dalam
ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad
menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas
kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam
penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad
ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan
metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah
menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas
Eropa.
Dikatakan
bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul
De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina
membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh
menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta
karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini
terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang
mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya
lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan
bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin
juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada
tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”
Ibnu
Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti
teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal
pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui
sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina
sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di
bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran
Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika
karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab
itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika
Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam
filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang
penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham
filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai
penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika
Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang
dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.
0 komentar to “Sejarah Ibnu Sina”